Friday, 23 September 2016

DOJO GOJUKAN SETYO HARYONO; PENGGALAN KISAH PADA TAPAK YANG TERTINGGAL



Kisah ini bermula pada hari minggu, 10 Agustus 1997 (hampir 20 tahun yang lalu). Saat itu saya bersiap-siap berangkat menuju dojo, tepatnya di Dojo Gojukan Setyo Haryono.  Seragam karate yang selalu tersusun ala shikaku no gi pun saya masukkan dengan rapi kedalam tas lengkap dengan sabuk. Hari itu, saya bukan akan mengikuti latihan gabungan sebagaimana biasanya, namun akan mengikuti satu tahapan kegiatan yakni Ujian/Penataran Instruktur Karate hari ke-dua dari Kyoshi Shihan Achmad Ali, mendiang. 
            Dengan menaiki sepeda sekitar 20 menit, saya pun tiba di depan dojo. Setelah memarkir sepeda saya diluar pagar dan meletakkan alas kaki, saya lantas memberi hormat dojo seperti biasa tepat di pintu masuk dojo yang letaknya di sebelah kanan. Di dalam ternyata  sudah ada beberapa senior Goju lainnya, dan dengan serta merta saya pun lantas menghampiri mereka satu per satu seraya memberi hormat. (Di Dojo Gojukan Setyo Haryono, kami memang dididik keras untuk selalu menghargai/menghormati etika dan tata tertib selama di dalam dojo. Aturan hormat misalnya, seorang kohai (sabuk coklat kebawah), wajib hukumnya melakukan tradisi penghormatan kepada seorang senpai/yudansha, dan seterusnya, seorang senpai pun wajib melakukan tradisi penghormatan kepada seorang yudansha diatasnya. Artinya jika  ada 20 orang disitu berada diatas tingkatan Anda/berdasarkan kesenioritasannya, maka Anda wajib mendatangi mereka satu demi satu untuk melakukan tradisi penghormatan. Saat itu pun saya tidak pernah mendengar istilah panggilan “pai” untuk menyapa seorang sempai, dan “sei” untuk menyapa seorang sensei. Cara duduk dalam dojo, kalau bukan seiza, ya harus dengan anza (bersila) jika lagi “santai”. Jadi Anda jangan berpikir untuk sekalipun melakukan kegiatan lain yang dianggap tidak perlu seperti berdiri seenaknya, berbisik-bisik apalagi bercengkerama dengan leluasa dan hal-hal lain yang dianggap “mengotori” tradisi, etika, dan tata krama selama di dalam dojo. Yang ada dalam Dojo Gojukan Setyo Haryono setahu saya adalah terdapatnya karateka-karateka yang sikap dan bersikap ksatria dimana kita betul-betul dijadikan menjadi sosok pria terhormat dalam mempelajari dengan rinci beragam makna, prinsip dan filosofi dari Goju Ryu itu. 
           
Setelah melakukan junbi undo, kemudian kami yang berjumlah puluhan itu pun langsung diuji dengan beragam materi. Kyoshi Shihan Achmad Ali, almarhum begitu jeli memantau gerakan gerakan kami dan memang beliau saat itu turun langsung dalam memberikan arahan termasuk ikut sebagai sparring partner yakuzoku kumite satu per satu peserta ujian. Beliau  terkadang dapat melihat kesalahan dalam melakukan teknik  sekecil apapun pada peserta di barisan paling belakang sekalipun. (Memang beliau kami kenal sebagai sosok pribadi yang sangat teliti, perihal sekecil apapun di dalam dojo beliau perhatikan. Pernah dalam satu sesi latihan beliau mendapatkan ada rembesan air mengalir sedikit dari sela-sela tembok sebelah kanan dojo yang kami sendiri tidak memperhatikannya. Beliau pada saat itu, saya masih ingat, dengan sigap langsung memerintahkan seorang diantara kami untuk mencari tahu penyebabnya, kemudian membetulkannya, baru setelah itu kami melanjutkan latihan lagi…
            Hari menjelang sore, cermin besar di  depan saya jadi saksi bisu betapa bersemangatnya saat itu. Dan pada akhirnya, setelah berkisah sedikit serta memberikan arahan-arahan termasuk pemahaman tentang nilai-nilai budo, beliau lalu memberikan ijazah sebagai bukti kelulusan dan keikutsertaan kami. Sertifikat Instruktur dengan Nomor; 022/97 pun resmi berada di dalam genggaman saya dan setelah mengikuti upacara tradisi, saya pun melangkahkan kaki keluar, setelah sebelumnya melakukan penhormatan pada dojo.
            Hari itu pula yang menjadi hari terakhir saya berada di Dojo Gojukan Setyo Haryono sebab setelah itu di awal tahun 1998, saya berangkat ke Kalimantan Timur dan bertemu dengan rekan-rekan Goju disana yang kemudian bersama-sama mengembangkan dan turut membina Gojukai disana hingga sekitar tahun 2005. Kemudian di awal tahun 2010 menuju Sorong, Papua Barat hingga sekarang.
           
Akhirnya harapan saya pribadi bahwa semoga Dojo Gojukan Setyo Haryono tetap pada “kesakralannya” hingga selalu menciptakan dan menjadi rumah bagi karateka-karateka  yang berjiwa ksatria yang sesungguhnya, yang tetap menjunjung tinggi nama baik perguruan dengan tujuan-tujuan mulianya yang beralaskan rasa syukur kepada Sang Khalik. 

 Onegaishimasu Kyoshi Shihan Prof. DR. Achmad Ali, SH., MH. 
Damailah dalam tidur panjangmu..... 


Hezron Tandungan - Budoka, Praktisi Jalan Karate

1 comment:

JALAN KARATE DAN PEMIKIRANNYA YANG SEDERHANA

Pada dasarnya Karate-Do merupakan latihan-latihan berat yang akan membawa seseorang dapat kembali ke alam dan pemikiran dimana ia sepert...