Satu
dari 10 aspek latihan Goju-Ryu (selain dari aspek Sejarah dan Tradisi, Junbi
Undo, Kihon, Kata, Bunkai, Goshin,
Kumite, Ibuki, dan Hojo Undo) adalah aspek Filosofi.
Berikut
Aspek-Aspek Filosofi Goju-Ryu berdasarkan rangkuman tulisan mendiang Kyoshi Shihan Prof. DR. Achmad Ali, SH.,MH di dalam buku PRINSIP-PRINSIP POKOK KARATE-DO (ditulis sekitar tahun
1984).
A. Karate Adalah Filsafat Seorang Pecinta Damai
Di dalam karate ada sebuah prinsip
pokok yang harus mendasari
gerakan-gerakan karate maupun sikap dan cara berpikir karatekanya.
Prinsip pokok itu adalah karate ni sente
nashi. Ini berarti bahwa karate tidak pernah membuat serangan pertama,
tidak pernah menyerang lebih dahulu. Ini pula yang menyebabkan semua jenis kata
dalam karate dimulai dengan serangan defensif atau tangkisan (dalam karate Goju
dimulai dengan joi, yang diawali oleh
gerakan tangkisan bawah atau kogan uke, atau juji (jiuji) uke, atau gedan juji uke, atau kaishu gedan juji uke). Tujuan damai haruslah tetap dipertahankan.
Karate Goju memancarkan kedamaian itu dari dua unsur yang terkandung di dalamnya, unsur keras (go) dan unsur lunak (ju). Orang selalu memperhadapkan sebagai dua hal yang berlawanan antara kekerasan dan kelembutan padahal keduanya tidak selalu bertentangan. Antara kekerasan dan kelembutan atau kelunakan dapat merupakan satu perpaduan yang manis dan harmonis yang dapat menciptakan perdamaian.
Di dalam latihan karate, rasa sakit
memang sulit untuk dihindari. Bahkan tidaklah berlebihan jika dikatakan oleh Kyoshi
Shihan Prof. DR. Achmad Ali, SH.,MH dalam beberapa bukunya berani mengatakan bahwa rasa sakit dalam latihan karate adalah bumbu
yang mempersedap karate itu secara keseluruhan.
Tetapi dari penderitaan dan mengenal
diri sendiri, kita akan mengetahui bahwa ada lebih dari satu kunci untuk
membuka pintu itu. Pertama, kita harus mengetahui sumber kesulitannya dengan
jelas. Kedua, kita harus memiliki keyakinan. Dalam kaitannya dengan agama yang
kita anut, kita harus memiliki iman. Iman dan keyakinan disini berarti bahwa
kita harus menganggap segala musibah hanya sebagai penderitaan yang telah
ditentukan oleh nasib, dan harus kita tanggung. Dari hal ini timbullah satu
usaha yang sengaja diambil untuk melawan akibat-akibatnya. Tidak boleh ada
kesulitan satupun yang dianggap tidak dapat diatasi. Untuk setiap problem
apapun selalu ada cara penyelesaiannya. Kehidupan ini memang merupakan kumpulan
problem yang membutuhkan pemecahan.
Keberhasilan yang diakui masyarakat
nilainya lebih rendah daripada keberhasilan yang dapat dirasakan di dalam batin
sendiri, yang asalnya tentu saja dari pengenalan diri sendiri. Seseorang yang
memiliki karakter luhur, jika ia harus meminta pertanggungjawaban dari orang
lain, harus mulai dari dirinya sendiri. Keberhasilan batin adalah sumber
kekuatan yang mutlak secara tetap, dan tidak tergantung pada faktor luar.
Keberhasilan lahiriah berubah-ubah menurut keadaan, situasi, dan olehnya itu
nilainya relatif.
Untuk memelihara keutuhan dirinya sebagai manusia, orang harus menjaga agar ia secara sadar tetap bersatu dengan segala yang ada. Tanpa adanya kesatuan seperti itu ia tidak akan mendapatkan apa-apa selain keberhasilan sementara, atau bahkan kegagalan. Ia akan menjadi budak waktu serta ruang dan juga kehidupannya menjadi tidak riil sama sekali.
Karate Goju memancarkan kedamaian itu dari dua unsur yang terkandung di dalamnya, unsur keras (go) dan unsur lunak (ju). Orang selalu memperhadapkan sebagai dua hal yang berlawanan antara kekerasan dan kelembutan padahal keduanya tidak selalu bertentangan. Antara kekerasan dan kelembutan atau kelunakan dapat merupakan satu perpaduan yang manis dan harmonis yang dapat menciptakan perdamaian.
Tujuan damai karate tampak pula dari
tradisi saling hormat sebelum bertarung. Lawan dalam karate tetap wajib
dihormati dan diperlakukan secara terhormat dan ksatria. Sebab seorang karateka
tidak akan bertarung untuk ego pribadi atau untuk menghancurkan lawan. Seorang
karateka sejati barulah akan berkelahi menggunakan ilmu karatenya jika terpaksa
ubtuk menciptakan perdamaian. Sebab dalam keadaan tertentu, perdamaian barulah
dapat terwujud dalam peperangan.
B. Menguasai Diri Lewat Tempaan Penderitaan
Rasa sakit yang disadari adalah satu
bentuk kenikmatan. Istilah ini bagi orang yang berpikir sederhana tentunya
sukar diterima, karena sukar untuk dimengerti olehnya. Tetapi jika merenunginya
lebih mendalam, maka pemeo ini memang tepat. Rasa sakit adalah salah satu jenis
penderitaan. Tetapi penderitaan yang dialami seseorang, jika diterima secara
positif, akan mampu menempa mental dan kepribadian seseorang itu menjadi
kepribadian luhur dan mampu untuk menguasai diri sendiri secara sempurna.
![]() |
Shihan Achmad Ali bersama sensei Winner Sitorus, Makassar |
Karate bukanlah ilmu bela diri yang
mampu dilatih oleh orang-orang yang bermental manja. Disiplin yang keras dan
latihan yang sangat banyak dan melelahkan dalam karate, menyebabkan bahwa
orang-orang yang mampu untuk menjadi karateka senior hanyalah orang-orang yang
benar-benar memiliki mental baja. Dan karena itu pula, guru-guru karate yang
tidak keras dan tidak berdisiplin tinggi dalam membina murid-muridnya, lebih
baik ganti tugas menjadi guru tari.
Melalui penderitaan, manusia itu
akan lebih mengenal dirinya sendiri. Tidak ada hal yang lebih utama dan
“mengenal diri” sendiri. Setelah dapat mengenal apa yang kita inginkan dan
menyingkirkan apa yang tidak kita inginkan, kita akan mengetahui bagaimana
caranya untuk hidup tenteram bersamanya (bersama “diri” kita itu).
Secara psikologis, suatu kejutan
dapat saja menimpa seseorang pada masa hidupnya dan mungkin akan menyebabkan
merasa bahwa jalan di hadapannya terhalang, bahwa kehidupan itu sendiri
merupakan sel penjara dengan pintu yang selalu terkunci.
![]() |
Hezron Tandungan, Kalimantan 1999 |
Kasih sayang adalah sumber
kebahagiaan. Karena kita mengasihi dan menyayanginya (latihan karate itu),
menyebabkan rasa sakit itupun merupakan kebahagiaan bagi kita. Karena rasa
sayang dan cinta kita pada putra kita misalnya, menyebebkan segala penderitaan
kita untuk mengasuh dan membesarkannya adalah kebahagiaan buat diri kita.
Penghargaan terhadap keberhasilan
batin merupakan penjaga keseimbangan seseorang, alat untuk lebih mampu
menguasai diri dan pembantu untuk bersikap jujur terhadap diri sendiri. TAK
SEORANGPUN DAPAT BERSIKAP JUJUR KEPADA ORANG LAIN JIKA IA TIDAK JUJUR TERHADAP
DIRINYA.
![]() |
Hezron Tandungan, Papua Barat 2013 |
C. Penyatuan Diri Dengan Alam Semesta
Latihan karate mengenal jenis
latihan yang disebut gashuku, yaitu latihan untuk menyatukan diri dengan alam.
Karenanya, gashuku selalu dilaksanakan di alam terbuka seprti di sungai,
pantai, dan lain-lain. Untuk apa seorang karate bergashuku? Untuk apa penyatuan
diri dengan alam?
Salah satu ketidakbahagiaan manusia,
jika ia semata-mata menggantungkan diri pada keberhasilan lahiriah mengasingkan
orang dari dirinya sendiri. Dan itu merupakan hal yang paling buruk yang dapat
menimpa seseorang, sebab hal itu akan menyebabkan hilangnya cahaya hati nurani,
dan akhirnya mau tidak mau akan membutakan hatinya sama sekali.
Ketidakmampuan seseorang untuk
melihat jalan di depannya akan mengakibatkan dirinya menjadi seorang tawanan di
dalam dirinya, yang mana akan mengasingkan dirinya dari segala sesuatu yang ada
di luar dunia “dirinya” yang sempit, dan oleh karena itu meninggalkan
kesatuannya dengan umat manusia. Ia akan muncul sebagai makhluk egois.
Untuk memelihara keutuhan dirinya sebagai manusia, orang harus menjaga agar ia secara sadar tetap bersatu dengan segala yang ada. Tanpa adanya kesatuan seperti itu ia tidak akan mendapatkan apa-apa selain keberhasilan sementara, atau bahkan kegagalan. Ia akan menjadi budak waktu serta ruang dan juga kehidupannya menjadi tidak riil sama sekali.
Hanya dengan kesatuan terhadap
masyarakat dan alam orang akan benar-benar hidup. Kesadarannya kemudian akan dapat menjadi lebih luas sehingga akan
dapat menjangkau seluruh alam semesta. Pribadinya dapat bergabung dengan
pribadi-pribadi orang lain, baik dengan mengasihi mereka, atau berkorban untuk
orang lain yang dikasihi. Orang demikian itu tidak akan dikuasai oleh ruang dan
waktu, tetapi sebaliknya akan menguasai keduanya. Kita bisa melihat masyarakat
yang orientasinya tertuju pada materi, mereka dewasa ini hidup seperti robot,
dikuasai oleh ruang dan waktu. Bergelimang harta dan teknologi modern, tetapi
tidak pernah menikmati kebahagiaan. Hidupnya selalu cemas, dan akhirnya mereka
yang tak tahan, lari dari ruang dan waktunya dan mencoba lagi menyatukan apa
yang hilang dari dirinya tersebut.
D. Tradisi Karate Dan Ide Kembali Ke Alam
Setiap karateka selalu dilatih keras
untuk dapat hidup secara alamiah, tidak tergantung pada alat-alat modern. Cara
duduk harus berlutut dengan punggung tegak dan tidak duduk santai di sofa yang
saat ini merupakan kegemaran generasi modern.
Di dalam karate, terdapat tradisi
ketat yang mewajibkan karatekanya duduk tegak dan berdiri serta berjalan
tegak. Di dalam karate, sebagiam besar
otot tubuh digunakan untuk melakukan teknik-teknik karate. Rasa sakit dalam
karate (sebagian telah dibahas sebelumnya) tidak akan dirasakan apa-apa, malah
bisa kita nikmati apabila kita betul-betul mencintai karate itu.
Bagi karateka sejati, dengan mengikuti secara ketat tradisi karate, setiap karateka telah hidup
secara alamiah yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Semoga bermanfaat, terima kasih.
--------------------------
Semoga bermanfaat, terima kasih.
--------------------------
No comments:
Post a Comment