Saturday, 3 September 2016

ASPEK - ASPEK FILOSOFI GOJU-RYU



Satu dari 10 aspek latihan Goju-Ryu (selain dari aspek Sejarah dan Tradisi, Junbi Undo, Kihon,  Kata, Bunkai, Goshin, Kumite, Ibuki, dan Hojo Undo) adalah aspek Filosofi.
Berikut Aspek-Aspek Filosofi Goju-Ryu berdasarkan rangkuman tulisan mendiang Kyoshi Shihan Prof. DR. Achmad Ali, SH.,MH di dalam buku PRINSIP-PRINSIP POKOK KARATE-DO (ditulis sekitar tahun 1984).


A. Karate Adalah Filsafat Seorang Pecinta Damai
            Di dalam karate ada sebuah prinsip pokok yang harus mendasari  gerakan-gerakan karate maupun sikap dan cara berpikir karatekanya. Prinsip pokok itu adalah karate ni sente nashi. Ini berarti bahwa karate tidak pernah membuat serangan pertama, tidak pernah menyerang lebih dahulu. Ini pula yang menyebabkan semua jenis kata dalam karate dimulai dengan serangan defensif atau tangkisan (dalam karate Goju dimulai dengan joi, yang diawali oleh gerakan tangkisan bawah atau kogan uke, atau juji (jiuji) uke, atau gedan juji uke, atau kaishu gedan juji uke). Tujuan damai haruslah tetap dipertahankan.
           
Karate Goju memancarkan kedamaian itu dari dua unsur yang terkandung di dalamnya, unsur keras (go) dan unsur lunak (ju). Orang selalu memperhadapkan sebagai dua hal yang berlawanan antara kekerasan dan kelembutan padahal keduanya  tidak selalu bertentangan. Antara kekerasan dan kelembutan atau kelunakan dapat merupakan satu perpaduan yang manis dan harmonis yang dapat menciptakan perdamaian.

            Tujuan damai karate tampak pula dari tradisi saling hormat sebelum bertarung. Lawan dalam karate tetap wajib dihormati dan diperlakukan secara terhormat dan ksatria. Sebab seorang karateka tidak akan bertarung untuk ego pribadi atau untuk menghancurkan lawan. Seorang karateka sejati barulah akan berkelahi menggunakan ilmu karatenya jika terpaksa ubtuk menciptakan perdamaian. Sebab dalam keadaan tertentu, perdamaian barulah dapat terwujud dalam peperangan.



B. Menguasai Diri Lewat Tempaan Penderitaan
            Rasa sakit yang disadari adalah satu bentuk kenikmatan. Istilah ini bagi orang yang berpikir sederhana tentunya sukar diterima, karena sukar untuk dimengerti olehnya. Tetapi jika merenunginya lebih mendalam, maka pemeo ini memang tepat. Rasa sakit adalah salah satu jenis penderitaan. Tetapi penderitaan yang dialami seseorang, jika diterima secara positif, akan mampu menempa mental dan kepribadian seseorang itu menjadi kepribadian luhur dan mampu untuk menguasai diri sendiri secara sempurna.
           
Shihan Achmad Ali bersama sensei Winner Sitorus, Makassar
Di dalam latihan karate, rasa sakit memang sulit untuk dihindari. Bahkan tidaklah berlebihan jika dikatakan oleh Kyoshi Shihan Prof. DR. Achmad Ali, SH.,MH dalam beberapa bukunya berani mengatakan bahwa rasa sakit dalam latihan karate adalah bumbu yang mempersedap karate itu secara keseluruhan.
            Karate bukanlah ilmu bela diri yang mampu dilatih oleh orang-orang yang bermental manja. Disiplin yang keras dan latihan yang sangat banyak dan melelahkan dalam karate, menyebabkan bahwa orang-orang yang mampu untuk menjadi karateka senior hanyalah orang-orang yang benar-benar memiliki mental baja. Dan karena itu pula, guru-guru karate yang tidak keras dan tidak berdisiplin tinggi dalam membina murid-muridnya, lebih baik ganti tugas menjadi guru tari.
            Melalui penderitaan, manusia itu akan lebih mengenal dirinya sendiri. Tidak ada hal yang lebih utama dan “mengenal diri” sendiri. Setelah dapat mengenal apa yang kita inginkan dan menyingkirkan apa yang tidak kita inginkan, kita akan mengetahui bagaimana caranya untuk hidup tenteram bersamanya (bersama “diri” kita itu).
            Secara psikologis, suatu kejutan dapat saja menimpa seseorang pada masa hidupnya dan mungkin akan menyebabkan merasa bahwa jalan di hadapannya terhalang, bahwa kehidupan itu sendiri merupakan sel penjara dengan pintu yang selalu terkunci.
           
Hezron Tandungan, Kalimantan 1999
Tetapi dari penderitaan dan mengenal diri sendiri, kita akan mengetahui bahwa ada lebih dari satu kunci untuk membuka pintu itu. Pertama, kita harus mengetahui sumber kesulitannya dengan jelas. Kedua, kita harus memiliki keyakinan. Dalam kaitannya dengan agama yang kita anut, kita harus memiliki iman. Iman dan keyakinan disini berarti bahwa kita harus menganggap segala musibah hanya sebagai penderitaan yang telah ditentukan oleh nasib, dan harus kita tanggung. Dari hal ini timbullah satu usaha yang sengaja diambil untuk melawan akibat-akibatnya. Tidak boleh ada kesulitan satupun yang dianggap tidak dapat diatasi. Untuk setiap problem apapun selalu ada cara penyelesaiannya. Kehidupan ini memang merupakan kumpulan problem yang membutuhkan pemecahan.
            Kasih sayang adalah sumber kebahagiaan. Karena kita mengasihi dan menyayanginya (latihan karate itu), menyebabkan rasa sakit itupun merupakan kebahagiaan bagi kita. Karena rasa sayang dan cinta kita pada putra kita misalnya, menyebebkan segala penderitaan kita untuk mengasuh dan membesarkannya adalah kebahagiaan buat diri kita.
            Penghargaan terhadap keberhasilan batin merupakan penjaga keseimbangan seseorang, alat untuk lebih mampu menguasai diri dan pembantu untuk bersikap jujur terhadap diri sendiri. TAK SEORANGPUN DAPAT BERSIKAP JUJUR KEPADA ORANG LAIN JIKA IA TIDAK JUJUR TERHADAP DIRINYA.
Hezron Tandungan, Papua Barat 2013
            Keberhasilan yang diakui masyarakat nilainya lebih rendah daripada keberhasilan yang dapat dirasakan di dalam batin sendiri, yang asalnya tentu saja dari pengenalan diri sendiri. Seseorang yang memiliki karakter luhur, jika ia harus meminta pertanggungjawaban dari orang lain, harus mulai dari dirinya sendiri. Keberhasilan batin adalah sumber kekuatan yang mutlak secara tetap, dan tidak tergantung pada faktor luar. Keberhasilan lahiriah berubah-ubah menurut keadaan, situasi, dan olehnya itu nilainya relatif.

C. Penyatuan Diri Dengan Alam Semesta
            Latihan karate mengenal jenis latihan yang disebut gashuku, yaitu latihan untuk menyatukan diri dengan alam. Karenanya, gashuku selalu dilaksanakan di alam terbuka seprti di sungai, pantai, dan lain-lain. Untuk apa seorang karate bergashuku? Untuk apa penyatuan diri dengan alam?
            Salah satu ketidakbahagiaan manusia, jika ia semata-mata menggantungkan diri pada keberhasilan lahiriah mengasingkan orang dari dirinya sendiri. Dan itu merupakan hal yang paling buruk yang dapat menimpa seseorang, sebab hal itu akan menyebabkan hilangnya cahaya hati nurani, dan akhirnya mau tidak mau akan membutakan hatinya sama sekali.
            Ketidakmampuan seseorang untuk melihat jalan di depannya akan mengakibatkan dirinya menjadi seorang tawanan di dalam dirinya, yang mana akan mengasingkan dirinya dari segala sesuatu yang ada di luar dunia “dirinya” yang sempit, dan oleh karena itu meninggalkan kesatuannya dengan umat manusia. Ia akan muncul sebagai makhluk egois.
           
Untuk memelihara keutuhan dirinya sebagai manusia, orang harus menjaga agar ia secara sadar tetap bersatu dengan segala yang ada. Tanpa adanya kesatuan seperti itu ia tidak akan mendapatkan apa-apa selain keberhasilan sementara, atau bahkan kegagalan. Ia akan menjadi budak waktu serta ruang dan juga kehidupannya menjadi tidak riil sama sekali.
            Hanya dengan kesatuan terhadap masyarakat dan alam orang akan benar-benar hidup. Kesadarannya kemudian  akan dapat menjadi lebih luas sehingga akan dapat menjangkau seluruh alam semesta. Pribadinya dapat bergabung dengan pribadi-pribadi orang lain, baik dengan mengasihi mereka, atau berkorban untuk orang lain yang dikasihi. Orang demikian itu tidak akan dikuasai oleh ruang dan waktu, tetapi sebaliknya akan menguasai keduanya. Kita bisa melihat masyarakat yang orientasinya tertuju pada materi, mereka dewasa ini hidup seperti robot, dikuasai oleh ruang dan waktu. Bergelimang harta dan teknologi modern, tetapi tidak pernah menikmati kebahagiaan. Hidupnya selalu cemas, dan akhirnya mereka yang tak tahan, lari dari ruang dan waktunya dan mencoba lagi menyatukan apa yang hilang dari dirinya tersebut.

D. Tradisi Karate Dan Ide Kembali Ke Alam
            Setiap karateka selalu dilatih keras untuk dapat hidup secara alamiah, tidak tergantung pada alat-alat modern. Cara duduk harus berlutut dengan punggung tegak dan tidak duduk santai di sofa yang saat ini merupakan kegemaran generasi modern.

            Di dalam karate, terdapat tradisi ketat yang mewajibkan karatekanya duduk tegak dan berdiri serta berjalan tegak.  Di dalam karate, sebagiam besar otot tubuh digunakan untuk melakukan teknik-teknik karate. Rasa sakit dalam karate (sebagian telah dibahas sebelumnya) tidak akan dirasakan apa-apa, malah bisa kita nikmati apabila kita betul-betul mencintai karate itu.
            Bagi karateka sejati, dengan mengikuti secara ketat tradisi karate, setiap karateka telah hidup secara alamiah yang wajar dan tidak dibuat-buat.

Semoga bermanfaat, terima kasih.
--------------------------

Hezron Tandungan - Budoka, Praktisi Jalan Karate

No comments:

Post a Comment

JALAN KARATE DAN PEMIKIRANNYA YANG SEDERHANA

Pada dasarnya Karate-Do merupakan latihan-latihan berat yang akan membawa seseorang dapat kembali ke alam dan pemikiran dimana ia sepert...