Monday, 26 September 2016

Miyamoto Musashi vs Sasaki Kojiro ; SEBUAH PEMBELAJARAN SENI KEPERKASAAN

Image result for miyamoto musashi vs sasaki kojiro
Air laut di pantai pulau Ganryujima adalah salah satu saksi bisu yang menceritakan bahwa pada jaman Edo, sekitar April 1612 telah terjadi sebuah duel sengit antara dua jagoan pedang yang salah satunya belajar melalui institusi semata yakni Sasaki Kojiro, dan ahli pedang lainnya yang belajar langsung dari alam yakni Miyamoto Musashi yang bergelar Shinmen Musashi No Kami Fujiwara No Genshin.

Setelah mencoba membaca lagi kisah diatas, mulai dari buku/novel berjudul “Miyamoto Musashi” karya Eiji Yoshikawa maupun The Lone Samurai : The Life of Miyamoto Musashi karya William Scott Wilson, dan lain-lain maka ternyata kisah pertarungan tersebut banyak memberikan pelajaran berharga yang saya mencoba ringkas sebagai berikut:

KUASAI PIKIRAN DAN PERASAANMU
 Image result for ronin 47 seppuku
Miyamoto Musashi tidak pernah membiarkan dirinya dikekang oleh emosi dan teknik-tekniknya, ia bahkan datang menemui Sasaki Kojiro seperti orang hendak pergi tamasya yakni dengan menaiki sebuah perahu. Ia tak memperlihatkan raut muka kecemasan ataupun ketegangan sedikitpun dalam duel yang keputusan terakhirnya berada diantara hidup dan mati. Saya teringat satu kisah dalam sejarah “47 Ronin”. Memang ada orang-orang yang mati dengan tetap hidup seperti saya sebut saja Kira Kozuke, tetapi ada juga yang memperoleh hidup dengan mati sebagaimana seppuku yang dilakukan sejumlah samurai pada akhir kisah tersebut, saya sebut saja ada Oishi Kuranosuke, Chikara Yoshikane, Kataoka, dan kawan-kawannya. Musashi telah mampu menguasai perasaannya sebab itu ia tidak ingin larut dalam nuansa ketegangan itu sendiri. Pikirannya betul-betul ia kosongkan dalam menghadapi pertempuran/permasalahan tersebut.

Ia banyak belajar dari Takuan akan hal ini, termasuk tentang prinsip fudochishinmyoroku dimana nilai budo seseorang adalah bertujuan melenyapkan pikiran yang telah tercemar untuk kembali kepada keadaan alamiah yang murni, bebas dari kesangsian, kecurigaan, rasa marah, keraguan atau bahkan rasa takut.

HINDARI PERTARUNGAN (Yang Tidak Perlu)
Saat Sasaki Kojiro menantang Miyamoto Musashi untuk melakukan duel, Musashi sebenarnya telah mencoba menghindari tantangan itu berulang kali. Ia bahkan sebelumnya mengajak Sasaki Kojiro agar Ilmu Pedang mereka lebih baik diajarkan dan diwariskan ke penerus mereka berdasarkan ryu dan “jalan” masing-masing. Sebagai penganut paham bahwa tujuan akhir suatu seni keperkasaan memang adalah menaklukkan musuh tanpa adanya perkelahian/pertarungan maka saya pun dengan lapang hati mengatakan bahwa memang kedamaian adalah tujuan tertinggi dari para penganut seni keperkasaan.

HORMATI LAWANMU
Kecintaan Musashi kepada lawannya dan kecintaannya akan arti sebuah kehidupan terlihat ketika ia menghampiri Sasaki Kojiro hanya dengan menggunakan pedang kayu bokken.
Niat awalnya hanya ingin agar Sasaki Kojiro tahu bahwa pada dasarnya ia tak pernah menginginkan pertarungan itu dan meskipun dipaksakan, niatnya hanya ingin memberikan pelajaran berharga kepada Sasaki Kojiro (dan ia haruslah memenangkan pertarungan yang tidak diinginkannya tersebut). Dalam kisahtersebut juga bagaimana disaksikan bahwa baik sebelum maupun sesudah pertarungan itu Musashi tetap menghargai sosok Sasaki Kojiro sebagai seorang pendekar pedang terhormat.

KENALI MUSUHMU
Musashi telah mempelajari sosok Sasaki Kojiro sebelumnya dan salah satu kelemahan Sasaki Kojiro menurutnya adalah emosinya yang labil.
Dan dengan ini pula Miyamoto Musashi sengaja membuat Sasaki Kojiro gelisah sesaat menunggu kehadiran dirinya. Miyamoto Musashi tahu bahwa ketika kedatangannya yang “terlambat” itu membuat gusar Sasaki Kojiro maka sebenarnya ia telah memenangkan satu poin pertarungan.

KENALI ALAM SEKITARMU
Miyamoto Musashi melompat tinggi sambil membelakangi pancaran sinar matahari yang mengakibatkan pandangan mata Sasaki Kojiro tak mampu melihat secara sempurna pergerakan-pergerakan Musashi.  
Image result for miyamoto musashi is coming with a boat to meet kojiro
Musashi faham betul dari sudut mana ia harus melancarkan tekniknya dengan efektif dengan tetap berpegang pada prinsip me no kubari. Seorang karateka misalnya pada saat melakukan pertarungannya tetap memperhitungkan keadaan sekitar, mengamati benda-benda yang ada, termasuk memperhitungkan ma-ai, dengan tanpa mengindahkan prinsip munen musho dimana ia membebaskan diri dari pikiran apapun pada saat akan bertarung untuk kemudian melancarkan teknik yang kemudian menjadi “ikken hissatsu”nya.

HARGAI IDENTITAS RYU YANG MELEKAT PADAMU
Pada saat Sasaki Kojiro menghunus pedangnya, ia bahkan kemudian membuang begitu saja sarung pedangnya, yang pada saat itu sangat pantang dilakukan oleh seorang samurai sejati. Melihat kejadian itu Musashi kembali tahu bahwa ia kemudian kembali telah memenangkan satu poin lainnya dalam sebuah pertarungan yang belum terjadi. Sun Tzu dalam buku The Art of War setahu saya setidaknya pernah pula mengatakan “pedang yang jatuh ke air garam pada akhirnya akan berkarat”. Seorang penganut ryu dari satu seni keperkasaan sudah sewajarnya untuk menjaga “kemurnian” dari segala hal yang melekat pada ryu yang digelutinya termasuk menghargai dogi/kekogi/hakama, obi, dojo, panji-panji hingga pada janji dan sumpahnya. Berkaitan dengan itu, saya juga sering menulis akan arti sebuah penghargaan terhadap ryu yang saya geluti bahwa,
ketika saya mengenakan seragam karate yang di dadanya terpampang dengan jelas lambang perguruan saya GOJUKAI, maka saya tidak akan berpikir atau mencoba berpikir sekalipun untuk memainkan KATA diluar yang diberikan GOJURYU kepada saya. Saya mencintai ‘KEPALAN TANGANitu dan berusaha untuk selalu menjaganya dalam ucapan maupun tindakan-tindakan nyata.” Dalam sebuah puisi Gogen Yamaguchi menekankan pula hal demikian bahwa, “Anda harus menjaga identitas Anda dan tidak menjadi arogan dan percaya diri yang berlebihan. Hal ini teramat penting untuk menjaga dan menunjukkan penghormatan yang menyangkut Ryu Anda. Sebaliknya jika Anda tidak bersikap seperti itu, maka meskipun Anda adalah seorang terbesar di perkaratean, Anda akan mengikuti jalan ekstrim, hasrat Anda untuk memahami karate tak kan pernah tercapai.”

BERSIKAP DAN BERJIWA KSATRIA
Sosok ksatria Musashi bukan hanya ditujukan kepada lawan-lawannya.
Sikap dan jiwa ksatrianya pula ia gunakan dalam menghadapi wanita yang dikasihinya, Otsu, atau bagaimana sikapnya dan kata-katanya dalam menghadapi gurunya, Takuan. Keperkasaannya tidak membuatnya tinggi hati dan bahkan ia banyak belajar dari musuh-musuhnya, sebut saja Arima Kihei (samurai dari perguruan Shinto Kendo Ryu), Tadashima Akiyama (seorang pendekar pedang), Yoshioka Seijiro (seorang kepala samurai clan Yoshioka), Shishido Baikin (seorang ahli senjata yang menggunakan rantai).
Dalam kisah sang pendiri Goju Ryu, Chojun Miyagi sensei misalnya banyak kita dengar suatu peristiwa pada masa ia meninggalkan Jepang dan bermukim di Ishikawa.
Disana ia banyak menunjukkan bagaimana sikap dan kerendahan hatinya tanpa ada satu orangpun tahu bahwa ia adalah seorang pendekar besar.

Kita seharusnya lebih banyak belajar segala sesuatunya dari beragam sudut pandang yang bisa dimanfaatkan dan menganggap semuanya itu sebagai satu sumber pembelajaran.
--------- “Ketakutanku adalah ketika keberanianku beranjak dari tempat dimana seharusnya ia ada dan menetap.” (Hezron Tandungan)

Hezron Tandungan - Budoka, Praktisi Jalan Karate

Demikian, semoga bermanfaat.

Friday, 23 September 2016

DOJO GOJUKAN SETYO HARYONO; PENGGALAN KISAH PADA TAPAK YANG TERTINGGAL



Kisah ini bermula pada hari minggu, 10 Agustus 1997 (hampir 20 tahun yang lalu). Saat itu saya bersiap-siap berangkat menuju dojo, tepatnya di Dojo Gojukan Setyo Haryono.  Seragam karate yang selalu tersusun ala shikaku no gi pun saya masukkan dengan rapi kedalam tas lengkap dengan sabuk. Hari itu, saya bukan akan mengikuti latihan gabungan sebagaimana biasanya, namun akan mengikuti satu tahapan kegiatan yakni Ujian/Penataran Instruktur Karate hari ke-dua dari Kyoshi Shihan Achmad Ali, mendiang. 
            Dengan menaiki sepeda sekitar 20 menit, saya pun tiba di depan dojo. Setelah memarkir sepeda saya diluar pagar dan meletakkan alas kaki, saya lantas memberi hormat dojo seperti biasa tepat di pintu masuk dojo yang letaknya di sebelah kanan. Di dalam ternyata  sudah ada beberapa senior Goju lainnya, dan dengan serta merta saya pun lantas menghampiri mereka satu per satu seraya memberi hormat. (Di Dojo Gojukan Setyo Haryono, kami memang dididik keras untuk selalu menghargai/menghormati etika dan tata tertib selama di dalam dojo. Aturan hormat misalnya, seorang kohai (sabuk coklat kebawah), wajib hukumnya melakukan tradisi penghormatan kepada seorang senpai/yudansha, dan seterusnya, seorang senpai pun wajib melakukan tradisi penghormatan kepada seorang yudansha diatasnya. Artinya jika  ada 20 orang disitu berada diatas tingkatan Anda/berdasarkan kesenioritasannya, maka Anda wajib mendatangi mereka satu demi satu untuk melakukan tradisi penghormatan. Saat itu pun saya tidak pernah mendengar istilah panggilan “pai” untuk menyapa seorang sempai, dan “sei” untuk menyapa seorang sensei. Cara duduk dalam dojo, kalau bukan seiza, ya harus dengan anza (bersila) jika lagi “santai”. Jadi Anda jangan berpikir untuk sekalipun melakukan kegiatan lain yang dianggap tidak perlu seperti berdiri seenaknya, berbisik-bisik apalagi bercengkerama dengan leluasa dan hal-hal lain yang dianggap “mengotori” tradisi, etika, dan tata krama selama di dalam dojo. Yang ada dalam Dojo Gojukan Setyo Haryono setahu saya adalah terdapatnya karateka-karateka yang sikap dan bersikap ksatria dimana kita betul-betul dijadikan menjadi sosok pria terhormat dalam mempelajari dengan rinci beragam makna, prinsip dan filosofi dari Goju Ryu itu. 
           
Setelah melakukan junbi undo, kemudian kami yang berjumlah puluhan itu pun langsung diuji dengan beragam materi. Kyoshi Shihan Achmad Ali, almarhum begitu jeli memantau gerakan gerakan kami dan memang beliau saat itu turun langsung dalam memberikan arahan termasuk ikut sebagai sparring partner yakuzoku kumite satu per satu peserta ujian. Beliau  terkadang dapat melihat kesalahan dalam melakukan teknik  sekecil apapun pada peserta di barisan paling belakang sekalipun. (Memang beliau kami kenal sebagai sosok pribadi yang sangat teliti, perihal sekecil apapun di dalam dojo beliau perhatikan. Pernah dalam satu sesi latihan beliau mendapatkan ada rembesan air mengalir sedikit dari sela-sela tembok sebelah kanan dojo yang kami sendiri tidak memperhatikannya. Beliau pada saat itu, saya masih ingat, dengan sigap langsung memerintahkan seorang diantara kami untuk mencari tahu penyebabnya, kemudian membetulkannya, baru setelah itu kami melanjutkan latihan lagi…
            Hari menjelang sore, cermin besar di  depan saya jadi saksi bisu betapa bersemangatnya saat itu. Dan pada akhirnya, setelah berkisah sedikit serta memberikan arahan-arahan termasuk pemahaman tentang nilai-nilai budo, beliau lalu memberikan ijazah sebagai bukti kelulusan dan keikutsertaan kami. Sertifikat Instruktur dengan Nomor; 022/97 pun resmi berada di dalam genggaman saya dan setelah mengikuti upacara tradisi, saya pun melangkahkan kaki keluar, setelah sebelumnya melakukan penhormatan pada dojo.
            Hari itu pula yang menjadi hari terakhir saya berada di Dojo Gojukan Setyo Haryono sebab setelah itu di awal tahun 1998, saya berangkat ke Kalimantan Timur dan bertemu dengan rekan-rekan Goju disana yang kemudian bersama-sama mengembangkan dan turut membina Gojukai disana hingga sekitar tahun 2005. Kemudian di awal tahun 2010 menuju Sorong, Papua Barat hingga sekarang.
           
Akhirnya harapan saya pribadi bahwa semoga Dojo Gojukan Setyo Haryono tetap pada “kesakralannya” hingga selalu menciptakan dan menjadi rumah bagi karateka-karateka  yang berjiwa ksatria yang sesungguhnya, yang tetap menjunjung tinggi nama baik perguruan dengan tujuan-tujuan mulianya yang beralaskan rasa syukur kepada Sang Khalik. 

 Onegaishimasu Kyoshi Shihan Prof. DR. Achmad Ali, SH., MH. 
Damailah dalam tidur panjangmu..... 


Hezron Tandungan - Budoka, Praktisi Jalan Karate

Monday, 5 September 2016

TAI CHI CHUAN, PA KUA CHANG dan HSING-I



Pada bulan Nopember 1874 disebutkan bahwa Kanryo Higaonna (ketika itu berusia 22 tahun, master yang paling terpuncak di Naha-Te) berkunjung ke China yaitu di kota Foochoow (Fukien) dimana ia berlatih Tinju China (Kungfu China). Selama di  China, beliau melatih diri Ilmu Hung dari Gaya Shaolin Chuanfu aliran selatan (Lam-Pay Siauw Lim), yang menitik beratkan pada kekuatan tangan dibawah asuhan Guru Besar Kungfu China, Master Ryu Ryuko (Xie Zhongxiang). Selama 15 tahun di China, Master Higaonna tidak hanya menguasai ilmu tangan kosong, tetapi juga berbagai Ilmu Senjata seperti Ilmu Pedang (chien), Ilmu Pedang Panjang (dao) dan Ilmu Tombak. Murid dari master Higaonna yaitu Chojun Miyagi, perintis dan pendiri Goju-Ryu juga menetap di kota Foochoow sekitar tahun 1904 – 1908 sebaliknya tidak hanya berlatih Shaolin Chuanfu, tetapi juga aliran lain yang diketahui sebagai PA KUA CHANG atau “telapak tangan delapan penjuru”, HSING-I CHUAN dan TAI CHI CHUAN (dua jenis ilmu beladiri aliran halus China yang mengandalkan  internal power atau tenaga dalam), ditambah dengan ilmu pernapasan Zen.
            Dari hasil perpaduan semua unsur itulah, setelah ditambahkan dengan teknik-teknik dari Naha-Te kemudian Master Chojun Miyagi menciptakan sistem karatenya yang dinamakan GOJU-RYU.
Berikut akan dipaparkan sekelumit dari  ketiga aliran yang menjadi “bahan-bahan” terbentuknya satu aliran bela diri dahsyat, bernama  GOJU-RYU.

PA KUA CHANG
            Pada umumnya sejarah mencatat bahwa Tung Hai Chuan-lah yang telah mengembangkan Kungfu Pa Kua Chang ini. Satu catatan mengatakan bahwa  Tung telah diajarkan oleh seorang rahib Taoist menyusul kekalahannya di Gunung Chiu Hua. Ada pula yang mengatakan bahwa Tung benar-benar telah mengembangkan gayanya sendiri, kemudian  mengkombinasikan pengetahuannya tentang seni bela diri dengan teknik-teknik “jalan memutar” dan meditasi dari Taoist. Dan masih banyak pula orang yang meyakini bahwa Tung mengembangkan Kungfu Pa Kua yang ia miliki setelah ia mempelajari kungfu dengan gaya yang mirip Pa Kua yaitu, Yin Yang Pan Chang.
            Pa Kua Chang (ba-gwa-chang), berarti “delapan telapak tangan triagram”. Gaya kungfu ini berdasarkan pada buku tua sekitar 2000 tahun silam, Book of Changes (I Ching), sumber terbesar dari kearifan Confucian dan Taoist. Book of Changes menitikberatkan bahwa segala sesuatu yang hidup ini akan selalu terus berubah. Book of Changes banyak membicarakan tentang pemanfaatan “tiga garis” kombinasi dari Yin yang hancur dan Yang yang utuh untuk membantu triagram. Terdapat delapan triagram yang cocok untuk teknik-teknik “perubahan telapak tangan” kungfu Pa Kua Chang.
            Kuda-kuda perkelahian pada Pa Kua Chang memanfaatkan pada tiga bagian lipatan yang betrbeda, “melipat” sambil menahan lima “garis tubuh”. Ketiga lipatan atau lekukan itu adalah dari daerah  kepala ke pinggul, pinggul ke lutut, dan lutut ke kaki bagian bawah. Gaya Pa Kua, bahu dan tangan diputarkan dengan cara memutar 90’ ke arah jari kaki. Lima garis tubuh yang perlu dijaga dalam Pa Kua ini adalah lengan, bahu, sacrum, dada, dan punggung.
            Pa Kua menyerang dengan menggunakan telapak tangan, yang terus berubah-ubah sebagai senjata handal dan fleksibel. Ada delapan formasi telapak tangan Pa Kua, dan dengan sistem ini mereka yang mempelajari Pa Kua akan menyerang dengan memanfaatkan tumit telapak tangan, bagian miring dari telapak tangan, dan bagian belakangnya hingga memanfaatkan ketajaman ujung-ujung jari tangan (dalam Goju-Ryu dikenal dengan sebutan-sebutan teisho, shuto, haito dan kakuto serta nukite).
            Dalam menangkis, gaya Pa Kua akan memutar, memelintir dan memutar untuk ,menghasilkan kisaran angin seperti kekuatan tenaga yang khusus untuk menangkis, mengelakkan dan mengalihkan arah serangan. Gaya Pa Kua selalu meneruskan teknik tangkisannya dengan teknik-teknik serangan yang cukup berbahaya.
            Latihan Pa Kua Chang biasanya berputar mengelilingi garis lingkar yang ada dalam khayalannya. Perubahan kedelapan telapak tangannya terdiri dari ribuan serangan memutar yang cepat, memelintir dan membalikkan. Tubuh para pendekar Pa Kua ini bergerak dengan cepat sekali, berputar, dan kemudian membentuk semua posisi pertempuran yang meniru “gerakan naga”. Gambaran arti gerak binatang terdiri dari delapan perubahan telapak tangan, sama baiknya seperti bentuk “serangan naga”.
            Dalam Pa Kua, dua orang berhadapan dalam latihan, satu sama lainnya befhadapan sambil berjalan memutar seolah-olah ada garis lingkar disana. Pasangan tersebut mulai melatih bermacam-macam teknik tangan, dan meningkatkan latihannya dengan memutar, menghentak, memelintir, menyerang, menendang dan mengunci lawan. Bermacam-macam perubahan telapak tangan juga dilatih pada saat itu. Latihan ini mirip dengan latihan tangan mendorong, bahwa gaya Pa Kua ini selalu berusaha mencari keseimbangan untuk menumbangkan lawan.
            Teknik kuncian dalam Pa Kua dimaksudkan untuk menahan serangan, menumbangkan dan memberikan serangan balasan pada lawan. Semua teknik kuncian pada Pa Kua lebih menitikberatkan pada putaran dan perpindahan gerakan untuk membuat suatu bantingan. Sebagai contoh, seorang Pa Kua akan melakukan kuncian terlebih dahulu pada bagian lengan dan siku lawan, kemudian memutarkannya ke bawah badannya, serta membuat hentakan dengan mengangkatnya ke atas.

HSING-I
            Banyak orang yang percaya dan menaruh penghargaan tinggi pada Jenderal Yueh Fei yang hidup pada jaman Dinasti Sung (960 – 1280) yang dianggap sebagai orang pertama yang mengembangkan Kungfu Hsing – I. Ada pula sebagian orang yang mengatakan bahwa Hsing-I baru dikembangkan pada masa Dinasti Ming (1368 – 1644) setelah mendapatkan ilham dari seorang rahib yang tin ggal di Gunung Chung Nan saat itu.
            Hsing-I Chuan jika diterjemahkan demi melihat bentuknya adalah “boxing”. Gaya Kungfu ini berdasarkan pada “teori lima unsur”.  Menurut teori ini, di dunia ini ada lima benda yang dikategorikan dalam lima unsur, yaitu kayu, api, bumi, logam dan air. Teori ini termasuk di dalamnya “peredaran penciptaan”, dimana setiap unsur tersebut akan menyebabkan terjadi unsur lain. Sebagai contoh, “api” yang ditimbulkan oleh “kayu”. Termasuk juga di dalamnya “peredaran pengrusakan”, dimana unsur yang satu akan mampu mengalahkan unsur lainnya. Sebagai contoh, “air” mampu memadamkan “api”. Kungfu Hsing-I setia dengan konsep tadi dan di dalamnya terdapat lima bentuk pertempuran yang menggunakan nama serta pola dari ke-lima unsur tersebut.
            Kuda-kuda perkelahian pada Hsing-I memanfaatkan garis-garis lurus pada postur tubuh yang disebut “san-ti” (tiga sifat-sifat dasar). Tiga sifat dasar tersebut dilambangkan dengan surga, bumi dan manusia, dan untuk menerapkan ketiga sifat itu dalam tubuh diwakili oleh kepala, tangan dan kaki. Ketiganya disejajarkan dan muka wajah menghadap ke depan dengan sikap san-ti.
            Hsing-I  menyerang dengan menggunakan kepalan tangan yang dimanfaatkan untuk empat bagian dari lima unsur bentuk latihan. Hsing-I juga memiliki latihan formasi istimewa pada tangannya, yaitu “mind fist” dan serangan jari telunjuk yang diperkuat oleh ibu jari (dalam aliran Goju dikenal dengan Yubi Basami).
            Dalam metode latihan perkelahian Hsing-I Chuan, menitikberatkan pada dua orang yang berlatih yang juga disebut dengan “bentuk mengalahkan”. Latihan bertempur ini dimulai dengan gerakan yang tidak cepat, seperti mempersiapkan keseimbangan, mengatur jarak dan menggunakanSemua kepandaian yang sebenarnya.
Hsing-I memiliki teknik kuncian yang sangat efektif (chi na), dimana ia tetap mengikuti filosofinya dengan teknik garis lurus. Ia memfokuskan pada serangan lurus yang mematahkan. Hsing-I juga menggunakan teknik bantingan untuk mengakhiri perlawanan musuh (shuai). Ia tetap dengan metode lurusnya dalam teknik bantingan ini.

Sekedar catatan mengenai aliran Hsing-I dan Pa Kua Chang adalah bahwa konon telah terjadi duel antara dua pendekar kungfu dari kedua gaya ini., dan duel tersebut menurut cerita mengambil tempat di Peking (Beijing). Tung Hai Chuan  melawan Kuo Yun Shen dari Hsing-I. Mereka duel selama dua hari dan masing-masing begitu handal dalam bertarung, namun tak seorangpun dapat tumbang. Akhirnya pada hari ke-tiga, Tung dapat mematahkan serangan Kuo dan mengalahkannya. Kemudian setelah itu, kedua pekungfu ini bersepakat kelak murid-muridnya boleh mempelajari keduanya. Dan sampai kini pun murid-murid Pa Kua dan Hsing-I diijinkan untuk melatih kedua gaya Kungfu ini.
Sun Lu Tang (1860 – 1932) pencipta gaya Sun dari Tai Chi Chuan,  malah pernah memadukan ke-tiga aliran halus (internal power) China ini yakni Tai Chi Chuan, Hsing-I dan Pa Kua Chang.  Master Sun ini, setelah mahir dalam ke-tiga sistem internal,  kemudian memperdlam ilmu Tai Chi Chuan dari aliran Whu style, melalui gurunya, yaitu master Kuo Wi Jin.

TAI CHI CHUAN
            Tai Chi Chuan adalah adalah salah satu jenis seni bela diri halus China yang beraliran halus (internal power). Dua aliran lainnya yakni Hsing-I dan Pa Kua Chang.
            Orang China mengatakan bahwa untuk hidup sempurna manusia harus berada dalam chi, dan chi juga ada dalam diri manusia. Chi itu adalah udara dan energi. Ia dibutuhkan untuk penyelarasan tubuh dengan alam. Chi dapat menjadi suatu kekuatan yang melahirkan energi. Jika ia menjadi yang disebut Yang Utuh dan Utama yaitu Tai Chi.
            Tai Chi dilambangkan sebagai dua unsur yaitu Yin dan Yang yang saling menguat dan terpadu dalam satu bundaran. Yin adalah kutub negatif yang dilambangkan sebagai wanita; sedangkan Yang adalah kutub positif yang dilambangkan sebagai jantan.
            Manusia sewaktu lahir tubuhnya diisi oleh yin dan yang, dan dalam usia dewasa mencapai puncaknya, kemudian perlahan menurun sewaktu usia semakin bertambah.
            Dengan berlatih pernapasan ketika memainkan Sanchin, keseimbangan yin dan yang akan harmonis, sehingga yang rutin dan teratur melakukannya dipercaya akan awet muda dan nampak jauh lebih muda dari usianya yang semula.
            Dalam buku klasik disebutkan Master Changsanfeng, seorang pertapa Taoist abad ke-14, dikatakan yang pertama kali memformulasikan Tai Chi Chuan sebagai olah raga pernafasan, untuk memupuk energi internal (chi) guna meningkatkan vitalitas, derajad kesehatan dan seni bela diri tenaga dalam.
            Tercatat pula di abad ke-18, Master Yang Lu Chan, pencipta Gaya Yang dalam Tai Chi Chuan (1799 – 1872). Beliau belajar ilmu beladiri Tai Chi dari master Chen Chang Sing (1771 – 1853), yang terkenal dengan formulasi Old Style Tai Chi marga Chen. Adapun Master Chen mendapat pelajaran dari master Chiang Fa, pewaris dari ilmu Taichi master Wang Chung Yeh yang sangat terkenal setelah Pertapa Changsanfeng.
Beberapa Gaya yang terdapat dalam Tai Chi Chuen diantaranya adalah:
GayaYang diciptakan oleh master Yang Lu Chan (1799 - 1872).
Gaya Chen diciptakan oleh master  Chen Wang Ting (1580 - 1660).
Gaya Whu diciptakan oleh Whu Yu Siong (1812 – 1880).
Gaya Wu diciptakan oleh master Wu Chien Chuan (1870 - 1942).
Gaya Sun diciptakan oleh master Sun Lu Tang (1860 – 1932).
SUMBER: Chee So, 1984, The Chinese Art of T'ai Chi Ch'uan'. The Aquarian Press, Great Britain. Douglass H.Y. Hsien, 1990, Pakua Chang For Self Defence, Meadea Enterprises Co, Ltd, Republic of China, Taipei. Kumpulan artikel lain dan majalah beladiri.

Saturday, 3 September 2016

ASPEK - ASPEK FILOSOFI GOJU-RYU



Satu dari 10 aspek latihan Goju-Ryu (selain dari aspek Sejarah dan Tradisi, Junbi Undo, Kihon,  Kata, Bunkai, Goshin, Kumite, Ibuki, dan Hojo Undo) adalah aspek Filosofi.
Berikut Aspek-Aspek Filosofi Goju-Ryu berdasarkan rangkuman tulisan mendiang Kyoshi Shihan Prof. DR. Achmad Ali, SH.,MH di dalam buku PRINSIP-PRINSIP POKOK KARATE-DO (ditulis sekitar tahun 1984).


A. Karate Adalah Filsafat Seorang Pecinta Damai
            Di dalam karate ada sebuah prinsip pokok yang harus mendasari  gerakan-gerakan karate maupun sikap dan cara berpikir karatekanya. Prinsip pokok itu adalah karate ni sente nashi. Ini berarti bahwa karate tidak pernah membuat serangan pertama, tidak pernah menyerang lebih dahulu. Ini pula yang menyebabkan semua jenis kata dalam karate dimulai dengan serangan defensif atau tangkisan (dalam karate Goju dimulai dengan joi, yang diawali oleh gerakan tangkisan bawah atau kogan uke, atau juji (jiuji) uke, atau gedan juji uke, atau kaishu gedan juji uke). Tujuan damai haruslah tetap dipertahankan.
           
Karate Goju memancarkan kedamaian itu dari dua unsur yang terkandung di dalamnya, unsur keras (go) dan unsur lunak (ju). Orang selalu memperhadapkan sebagai dua hal yang berlawanan antara kekerasan dan kelembutan padahal keduanya  tidak selalu bertentangan. Antara kekerasan dan kelembutan atau kelunakan dapat merupakan satu perpaduan yang manis dan harmonis yang dapat menciptakan perdamaian.

            Tujuan damai karate tampak pula dari tradisi saling hormat sebelum bertarung. Lawan dalam karate tetap wajib dihormati dan diperlakukan secara terhormat dan ksatria. Sebab seorang karateka tidak akan bertarung untuk ego pribadi atau untuk menghancurkan lawan. Seorang karateka sejati barulah akan berkelahi menggunakan ilmu karatenya jika terpaksa ubtuk menciptakan perdamaian. Sebab dalam keadaan tertentu, perdamaian barulah dapat terwujud dalam peperangan.



B. Menguasai Diri Lewat Tempaan Penderitaan
            Rasa sakit yang disadari adalah satu bentuk kenikmatan. Istilah ini bagi orang yang berpikir sederhana tentunya sukar diterima, karena sukar untuk dimengerti olehnya. Tetapi jika merenunginya lebih mendalam, maka pemeo ini memang tepat. Rasa sakit adalah salah satu jenis penderitaan. Tetapi penderitaan yang dialami seseorang, jika diterima secara positif, akan mampu menempa mental dan kepribadian seseorang itu menjadi kepribadian luhur dan mampu untuk menguasai diri sendiri secara sempurna.
           
Shihan Achmad Ali bersama sensei Winner Sitorus, Makassar
Di dalam latihan karate, rasa sakit memang sulit untuk dihindari. Bahkan tidaklah berlebihan jika dikatakan oleh Kyoshi Shihan Prof. DR. Achmad Ali, SH.,MH dalam beberapa bukunya berani mengatakan bahwa rasa sakit dalam latihan karate adalah bumbu yang mempersedap karate itu secara keseluruhan.
            Karate bukanlah ilmu bela diri yang mampu dilatih oleh orang-orang yang bermental manja. Disiplin yang keras dan latihan yang sangat banyak dan melelahkan dalam karate, menyebabkan bahwa orang-orang yang mampu untuk menjadi karateka senior hanyalah orang-orang yang benar-benar memiliki mental baja. Dan karena itu pula, guru-guru karate yang tidak keras dan tidak berdisiplin tinggi dalam membina murid-muridnya, lebih baik ganti tugas menjadi guru tari.
            Melalui penderitaan, manusia itu akan lebih mengenal dirinya sendiri. Tidak ada hal yang lebih utama dan “mengenal diri” sendiri. Setelah dapat mengenal apa yang kita inginkan dan menyingkirkan apa yang tidak kita inginkan, kita akan mengetahui bagaimana caranya untuk hidup tenteram bersamanya (bersama “diri” kita itu).
            Secara psikologis, suatu kejutan dapat saja menimpa seseorang pada masa hidupnya dan mungkin akan menyebabkan merasa bahwa jalan di hadapannya terhalang, bahwa kehidupan itu sendiri merupakan sel penjara dengan pintu yang selalu terkunci.
           
Hezron Tandungan, Kalimantan 1999
Tetapi dari penderitaan dan mengenal diri sendiri, kita akan mengetahui bahwa ada lebih dari satu kunci untuk membuka pintu itu. Pertama, kita harus mengetahui sumber kesulitannya dengan jelas. Kedua, kita harus memiliki keyakinan. Dalam kaitannya dengan agama yang kita anut, kita harus memiliki iman. Iman dan keyakinan disini berarti bahwa kita harus menganggap segala musibah hanya sebagai penderitaan yang telah ditentukan oleh nasib, dan harus kita tanggung. Dari hal ini timbullah satu usaha yang sengaja diambil untuk melawan akibat-akibatnya. Tidak boleh ada kesulitan satupun yang dianggap tidak dapat diatasi. Untuk setiap problem apapun selalu ada cara penyelesaiannya. Kehidupan ini memang merupakan kumpulan problem yang membutuhkan pemecahan.
            Kasih sayang adalah sumber kebahagiaan. Karena kita mengasihi dan menyayanginya (latihan karate itu), menyebabkan rasa sakit itupun merupakan kebahagiaan bagi kita. Karena rasa sayang dan cinta kita pada putra kita misalnya, menyebebkan segala penderitaan kita untuk mengasuh dan membesarkannya adalah kebahagiaan buat diri kita.
            Penghargaan terhadap keberhasilan batin merupakan penjaga keseimbangan seseorang, alat untuk lebih mampu menguasai diri dan pembantu untuk bersikap jujur terhadap diri sendiri. TAK SEORANGPUN DAPAT BERSIKAP JUJUR KEPADA ORANG LAIN JIKA IA TIDAK JUJUR TERHADAP DIRINYA.
Hezron Tandungan, Papua Barat 2013
            Keberhasilan yang diakui masyarakat nilainya lebih rendah daripada keberhasilan yang dapat dirasakan di dalam batin sendiri, yang asalnya tentu saja dari pengenalan diri sendiri. Seseorang yang memiliki karakter luhur, jika ia harus meminta pertanggungjawaban dari orang lain, harus mulai dari dirinya sendiri. Keberhasilan batin adalah sumber kekuatan yang mutlak secara tetap, dan tidak tergantung pada faktor luar. Keberhasilan lahiriah berubah-ubah menurut keadaan, situasi, dan olehnya itu nilainya relatif.

C. Penyatuan Diri Dengan Alam Semesta
            Latihan karate mengenal jenis latihan yang disebut gashuku, yaitu latihan untuk menyatukan diri dengan alam. Karenanya, gashuku selalu dilaksanakan di alam terbuka seprti di sungai, pantai, dan lain-lain. Untuk apa seorang karate bergashuku? Untuk apa penyatuan diri dengan alam?
            Salah satu ketidakbahagiaan manusia, jika ia semata-mata menggantungkan diri pada keberhasilan lahiriah mengasingkan orang dari dirinya sendiri. Dan itu merupakan hal yang paling buruk yang dapat menimpa seseorang, sebab hal itu akan menyebabkan hilangnya cahaya hati nurani, dan akhirnya mau tidak mau akan membutakan hatinya sama sekali.
            Ketidakmampuan seseorang untuk melihat jalan di depannya akan mengakibatkan dirinya menjadi seorang tawanan di dalam dirinya, yang mana akan mengasingkan dirinya dari segala sesuatu yang ada di luar dunia “dirinya” yang sempit, dan oleh karena itu meninggalkan kesatuannya dengan umat manusia. Ia akan muncul sebagai makhluk egois.
           
Untuk memelihara keutuhan dirinya sebagai manusia, orang harus menjaga agar ia secara sadar tetap bersatu dengan segala yang ada. Tanpa adanya kesatuan seperti itu ia tidak akan mendapatkan apa-apa selain keberhasilan sementara, atau bahkan kegagalan. Ia akan menjadi budak waktu serta ruang dan juga kehidupannya menjadi tidak riil sama sekali.
            Hanya dengan kesatuan terhadap masyarakat dan alam orang akan benar-benar hidup. Kesadarannya kemudian  akan dapat menjadi lebih luas sehingga akan dapat menjangkau seluruh alam semesta. Pribadinya dapat bergabung dengan pribadi-pribadi orang lain, baik dengan mengasihi mereka, atau berkorban untuk orang lain yang dikasihi. Orang demikian itu tidak akan dikuasai oleh ruang dan waktu, tetapi sebaliknya akan menguasai keduanya. Kita bisa melihat masyarakat yang orientasinya tertuju pada materi, mereka dewasa ini hidup seperti robot, dikuasai oleh ruang dan waktu. Bergelimang harta dan teknologi modern, tetapi tidak pernah menikmati kebahagiaan. Hidupnya selalu cemas, dan akhirnya mereka yang tak tahan, lari dari ruang dan waktunya dan mencoba lagi menyatukan apa yang hilang dari dirinya tersebut.

D. Tradisi Karate Dan Ide Kembali Ke Alam
            Setiap karateka selalu dilatih keras untuk dapat hidup secara alamiah, tidak tergantung pada alat-alat modern. Cara duduk harus berlutut dengan punggung tegak dan tidak duduk santai di sofa yang saat ini merupakan kegemaran generasi modern.

            Di dalam karate, terdapat tradisi ketat yang mewajibkan karatekanya duduk tegak dan berdiri serta berjalan tegak.  Di dalam karate, sebagiam besar otot tubuh digunakan untuk melakukan teknik-teknik karate. Rasa sakit dalam karate (sebagian telah dibahas sebelumnya) tidak akan dirasakan apa-apa, malah bisa kita nikmati apabila kita betul-betul mencintai karate itu.
            Bagi karateka sejati, dengan mengikuti secara ketat tradisi karate, setiap karateka telah hidup secara alamiah yang wajar dan tidak dibuat-buat.

Semoga bermanfaat, terima kasih.
--------------------------

Hezron Tandungan - Budoka, Praktisi Jalan Karate

JALAN KARATE DAN PEMIKIRANNYA YANG SEDERHANA

Pada dasarnya Karate-Do merupakan latihan-latihan berat yang akan membawa seseorang dapat kembali ke alam dan pemikiran dimana ia sepert...